Biarkan aku terjaga di sisi kanan tempat tidurku setelah kamu meninggalkan sejejak bagian dari dirimu di sisi kiri tempat tidurku. Karena ketika yang tersisa hanya harum keringatmu, aku tetap merasa utuh bahkan di saat terendahku. Aku sudah melupakan rasanya, namun hadirmu kembali membuat seisi otak menarik lagi memori-memori lampau untuk sekedarnya bernostalgia. Because even when all that’s left is your scent, I think I can keep myself a little sane.
Setelah beberapa tahun berpisah, aku rasa aku telah berhasil membangun kembali rasa yang telah hancur bersama perginya kamu dulu. Setelah hari itu, aku berhasil membangun kembali sebagian besar dari diriku yang masih tersisa. Kamu hilang. Kamu tenggelam. Nihil. Tidak berbekas.
Kamu bilang semua akan baik-baik saja. Kamu bilang kita akan terus begini selamanya. Kamu bilang tidak akan ada yang berubah bahkan setelah kamu pergi dan aku tetap tinggal sekalipun. Namun kamu tahu apa? Yang pergi akan selalu menghilang pada akhirnya dan itu pula yang terjadi padamu. Dan kala aku masih remuk, aku memutuskan untuk lupa sepenuhnya.
Caraku sederhana, aku kembali melanjutkan misi pelarianku setelah kamu. Kamu ingat kan cerita lamaku sebelum kamu? Tentang bagaimana aku melarikan diri dari seseorang yang sebelum kamu hanya untuk pada akhirnya menemukan kamu? Nah, setelah kamu, aku kembali melarikan diri. Dan kali ini dari kamu.
Untuk sesaat aku merasa berhasil. Pergi ke tempat yang lebih jauh adalah pilihan termudah untuk diputuskan saat itu. Sebagai perempuan impulsif yang selama ini kamu kenal, melarikan diri memanglah caraku untuk bertahan tetap waras. Dari kamu, dari kenyataan hidup, dari semua hal yang membuat seisi kepalaku gonjang-ganjing. Namun sialnya, bahkan setelah hari itu berlalu, aku masih kerap memimpikan kamu kembali.
Lucunya, mimpi itu menjadi nyata. Continue reading “Mengunci Ingatan.”